Sekilas Fasisme

Sering kita dengar kalau akhir-akhir ini gejala fasisme muncul di Indonesia. Sebetulnya apa arti fasisme?

Saya mencoba mengutip Hugh Purcell untuk melihat ciri-ciri dari fasisme. Fasis berasal dari kata fascio yang mengacu pada makna pengabdian, loyalitas dan kepatuhan terhadap perintah dalam semua aspek kehidupan nasional. Kepatuhan ini timbul terhadap suatu golongan atau seorang pemimpin yang biasanya tumbuh dengan latar belakang kondisi sosial politik yang berantakan dari masyarakat tersebut.

Artinya, kondisi sospol masyarakat sedang terpuruk dan ada segolongan pemimpin yang muncul yang membawa konsep-konsep pembaharuan yang memberi harapan kepada masyarakat yang sedang terpuruk itu. Lantas apa bedanya fasisme dengan sitasi reformasi misalnya? Karena pada masa reformasi juga dapat muncul segolongan orang yang “reformis” yang membawa ide-ide perubahan.

Bedanya, pertama, fasisme itu totaliter; percaya bahwa kekuasaan ada di tangan negara atau sekelompok di mana kekuasaan itu harus total di atas semua aspek kehidupan masyarakatnya. Salah satu semboyan Jerman pd masa Nazi adalah “Ein Reich, Ein Volk, Ein Fuehrer” alias “Satu negara, satu bangsa dan satu pemimpin”.

Kedua, fasisme menggunakan simbologi yang kuat. Suatu simbol bersama yang mengikat masyarakat untuk tunduk di bawah satu kepemimpinan. Jerman pd masa Nazi menggunakan simbol keunggulan bangsa Arya. Jepang pd masa PD II percaya keunggulan mereka sebagai keturunan dewa matahari. Simbologi ini lantas membuat masyarakat percaya bahwa mereka lebih unggul dari orang lain. Dan mereka lantas membuat klasifikasi sosial, perbedaan perlakuan sampai yang terparah melakukan penindasan kepada mereka yang tidak diikat dalam satu simbol itu, alias kepada mereka yang dianggap lebih rendah. Sering fasisme menonjolkan kerinduan pada semangat kejayaan masa lampau dan memuja serta memutlakkan nilai tersebut.

Ketiga, fasisme menolak demokrasi, bahkan Mansour Fakih mengatakan kalau fasisme menolak liberalisme yang menekankan pada kebebasan individu dan persamaan antar manusia.

Keempat, karena tiga ciri sebelumnya, maka dalam operasionalnya kelompok fasis akan memerlukan “marketing” yang kuat; yaitu propaganda. Inti propagandanya diarahkan pada keunggulan kelompok (simbologi pemersatu), ancaman bahaya dari luar (baik yang betul2 ancaman maupun ancaman yang diada-adakan) – termasuk ancaman dari demokrasi, dan pentingnya ada kepatuhan total dari rakyat. Kepatuhan ini mengandaikan ada sebuah paham lengkap yang harus dipatuhi oleh rakyat dan tidak ada ruang untuk sikap kritis atau mempertanyakan paham tersebut. Karena sifat-sifat propaganda yang seperti itulah maka emosi masyarakat yang ingin dicapai oleh faham fasis, bukannya rakyat yang kritis, bukan rakyat yang mampu berpikir sendiri.

Contoh-contoh rezim fasis sebagian besar adalah Nazi-Hitler, Italia-Mussolini, Spanyol-Falange dan Jepang ketika PD II.

13 respons untuk ‘Sekilas Fasisme

Tinggalkan Balasan ke bakal Batalkan balasan